lb89

Kamis, 07 April 2016

Cerita Ahok murka dua kali coret usulan DPRD DKI


Seteru panjang DPRD DKI dan eksekutif dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta baru empat tahun terakhir terdengar. Tepatnya saat pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama memenangkan Pilgub DKI 2012.

Saat Jokowi, sapaan Joko Widodo menjadi gubernur, sejumlah aturan main baru ditetapkan. Salah satunya memperketat pengajuan proyek di DPRD DKI yang dianggap sering mengatasnamakan konstituen.
Jokowi kala itu mau menertibkan jalannya penggunaan anggaran agar tak sia-sia. Saat ini, DPRD DKI mulai tak sepaham.
Setelah kepemimpinan Jokowi dilanjutkan dengan Ahok, sapaan Basuki, pengetatan anggaran terus dilanjutkan. Bahkan lebih ketat dari sebelumnya.
Dia menerapkan e-budgeting dan e-katolog yang bisa terpantau ke mana saja uang digunakan, dan masuk akalkah nilai yang keluar dengan proyek berjalan.
Ahok juga tak segan mengancam anak buahnya yang main mata dengan DPRD terkait pembahasan anggaran akan dipecat. Selain itu, anggaran tak masuk akal diajukan pihak legislatif juga tak jarang ditolak.
Kasus penolakan anggaran DPRD yang pernah ditolak Ahok pertama kali saat pengadaan Uninteruptible Power Supply (UPS) untuk sekolah-sekolah yang harganya sampai miliaran per unit. DPRD berdalih itu ajukan atas kebutuhan sekolah untuk memaksimalkan kegiatan belajar mengajar. Ada lagi anggaran sosialiasi Surat Keputusan Gubernur Nomor 168 tentang RT dan RW.
Dalam anggaran yang diajukan oleh DPRD DKI, dana untuk melakukan sosialisasi itu sebesar Rp 100 juta. Merasa dikadali, Ahok langsung mencoret-coret usulan anggaran itu dengan tulisan ‘pemahaman nenek lu’.
“Ada ratusan atau ribuan (mata anggaran), (dengan nilai) Rp 100 juta, Rp 200 juta kan kurang ajar. Saya tulis ‘pemahaman nenek lu’. Coret!, bener tanya saja Bappeda, saya tulis ‘pemahanan nenek lu’, saya kasih lingkaran. Balikin. Ini gara-gara bacaan ‘nenek lu’, tersinggung kali,” jelas Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (16/1) lalu.
Tidak hanya itu, ada beberapa anggaran aneh, seperti les bahasa mandarin dan paket mandarin. Setiap paketnya memiliki nilai puluhan juta. Ada pula anggaran untuk visi dan misi anggota DPRD DKI Jakarta. Lebih kurang ditemukan miliaran penganggaran tak jelas yang diajukan DPRD DKI.
“Total di luar tanah Rp 8,8 triliun (yang dicoret) saya suruh pilih saja. Saya enggak tahu berapa jumlahnya. Ngajuin sesuatu yang menurut saya enggak penting. Jadi enggak bisa. Itu disebut visi misi DPRD. Isinya begituan, versi mereka. Makanya saya gak mau masukin,” tegasnya saat itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar