lb89

Kamis, 02 Juni 2016

Laporan BPK Soal Keuangan DKI Pada 2014 Memuat Dugaan Korupsi, Ini Jawaban Ahok


Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan DKI pada 2014 menunjukkan adanya dugaan korupsi pengadaan UPS. Kini audit BPK untuk 2015 telah keluar, adakah dugaan korupsi yang termuat dalam audit BPK teranyar ini?“Dugaan korupsi, saya enggak tahu, lagi diselidiki. Mungkin soal pembelian lahan bisa ada sedikit masalah,” kata Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Gedung DPRD DKI, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (1/5/2016).

Ahok tak merinci, pembelian lahan mana yang dimaksudnya itu berpotensi memuat dugaan korupsi. BPK memberi penilaian Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) DKI 2015. Ahok menyatakan semua temuan krusial BPK dalam auditnya itu terkait masalah aset.
“Aset, semuanya masalah aset,” kata Ahok.
Namun demikian, total nilai duit yang disoroti BPK belum dibeberkan. Ahok juga mengaku belum tahu, dan BPK akan memberi penjelasan di kemudian hari.
“Saya enggak tahu. Nanti mereka (BPK) akan jawab. Masalahnya kita banyak sekali kewajiban fasum (fasilitas umum) dan fasos (fasilitas sosial) termasuk rusun yang 20 persen dari pengembang yang enggak bayar,” tutur Ahok.
Anggota V BPK Moermahadi Soerja Djanegara menyatakan opini BPK terhadap laporan keuangan DKI 2015 dalam kesempatan rapat paripurna istimewa DPRD DKI. Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) yang diberikan BPK disambut positif oleh Ahok dengan rencana perbaikan ke depan.
Ini Penjelasan BPK Soal Pemprov DKI Berpredikat Wajar dengan Pengecualian
BPK memberikan opini wajar dengan pengecualian terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) DKI Tahun 2015. Dalam rapat ini BPK memberikan penjelasan terkait itu.
Di depan Gubernur DKI Jakarta, Ahok, Anggota V BPK Moermahadi Soerja Djanegara menyebut data yang dianggap wajar dengan pengecualian. Salah satu datanya terkait dengan pengendalian pengelolaan pendapatan dan piutang Pajak Bumi dan Bangunan perkotaan dan perdesaan yang dinai belum memadai.
“Sehingga ditemukan data-data yang berbeda terkait penerimaan kas PBP2 dan piutang PBP2 yang dilaporkan pada laporan keuangan. Perbedaan data tersebut belum dapat ditelusuri,” ujar Anggota V BPK Moermahadi Soerja Djanegara, di DPRD DKI, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (1/6/2016).
Selain itu, BPK juga menemukan perhitungan tagihan pajak kendaraan bermotor tidak berdasarkan nilai jual terhadap tahun sebelumnya. Akibatnya pokok dan sanksi denda pajak kendaraan bermotor ditagih terlalu rendah.
“Kedua, pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum mencatat piutang lainnya, yang berasal dari konversi dari kewajiban pengembang membangun rumah susun menjadi penyetoran uang terhadap Pemporv DKI Jakarta. Juga kewajiban memegang surat izin peruntukan penggunaan tanah menyalahkan resep berupa fasilitas sosial dan fasilitas umum pada saat akta tersebut telah jatuh tempo,”ujar Moermahadi.
Ahok dalam mengatur kebijakannya terhadap pengembang dinilai belum mengatur pengukurannya sehingga penerapannya menyulitkan catatan tagihan negara. Selanjutnya, BPK berpendapat pengendalian pengelolaan aset tetap, termasuk aset tanah dalam sengketa masih belum memadai.
“Yaitu pencatatan aset tetap tidak melalui siklus akuntansi dan tidak menggunakan sistem informasi, inventaris aset belum selesai, data KIP (Keterbukaan Informasi Publik) belum informatif dan belum valid,” ujar Moermahadi.
 
Oleh sebab itu, BPK menyarankan beberapa hal harus diperbaiki. Misalnya sistem pencatatan piutang pajak kendaraan bermotor dengan menggunakan sistem aplikasi yang dapat menjamin validitas data jumlah wajib pajak, beserta jumlah kewajibannya agar sesuai dgn ketentuan dan kebutuha pencatatan berbasis akrual.“Yang kedua mengevaluasi terkait kewajiban penagihan atas konversi pengembang membangun rusun ke dalam bentuk uang dan kewajiban pemegang surat izin penunjukan penggunaan tanah, menyerahkan aset berupa fasilitas sosial dan fasilitas umum agar mengoptimalkan perolehan hak Pemprov DKI sesuai dengan kebutuhan pencatatan berbasis akrual,” katanya.
Akuntansi berbasis akrual fungsinya untuk mencatat transaksi pengeluaran dan penerimaan kas. Termasuk mencatat jumlah hutang piutang suatu organisasi. Sistem ini dapat memberikan gambaran yang lebih akurat terhadap kondisi keuangan organisasi daripada akuntansi berbasis kas.
Kemudian terkait pengelolaan aset tetap, BPK memberi saran agar pencatatan dilakukan melaui siklus akuntansi dan menggunakan sistem informasi akuntansi berbasis akrual. Menyelesaikan inventarisasi seluruh aset, meningkatkan koordinasi antara SKPD selaku pengguna barang dengan BPKAD selaku pengelola barang. Serta menyelesaikan sengketa aset sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Moermahadi menyebut pejabat Pemprov DKI wajib memberikan penjelasan pada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi laporan pemeriksaan ini. Jawaban atau penjelasan harus disampaikan kepada BPK maksimal 60 hari setelah laporan pemeriksaan diterima.
Pada tahun lalu opini BPK terhadap laporan keuanga tahun 2013 merinci data yang berikan. Misalnya jumlah realisasi belanja senilai Rp 38,30 triliun, diantaranya merupakan belanja melalui mekanisme uang persediaan Rp 9,29 triliun. Dari jumlah tersebut terdapat pencairan SP2D UP/GU/TU melewati batas yang ditentukan yaitu melewati tanggal 15 Desember 2013 senilai Rp 565,99 miliar.
Namun Moermahadi bersikukuh tidak mau menyebutkan berapa jumlah kerugian negaranya. “Gak bicara total kerugian. Nanti lihat laporannya saja kalau bicara totalnya, masa harus saya sebutkan semua,” pungkasnya.
BPK Beri Opini Wajar dengan Pengecualian ke DKI, Ahok: Ini Perhatian Serius
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberi penilaian wajar dengan pengecualian (WDP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) DKI tahun 2015. Menyambut opini BPK, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menerima dengan hormat.
“Hasil audit atas Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2015, BPK-RI memberikan opini Wajar dengan Pengecualian (WDP). Saya menghormati pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara oleh. BPK yang bebas dan mandiri,” kata Ahok dari mimbar rapat paripurna istimewa di Gedung DPRD DKI, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (1/6/2016).
Temuan BPK dianggap telah sesuai dengan prinsip keadilan, kejujuran, dan prinsip profesionalisme. Ahok menyatakan pihaknya bakal terus melakukan perbaikan untuk meningkatkan pengelolaan keuangan.
“Sehingga hal ini akan menjadi perhatian serius bagi saya beserta jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melaksanakan langkah-langkah perbaikan sesuai dengan rekomendasi BPK RI, guna lebih meningkatkan kualitas tata kelola keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,” tutur Ahok.
Meski mengakui masih punya banyak kekurangan dalam hal pengelolaan keuangan, namun Ahok ingin agar BPK mengapresiasi upaya DKI dalam memperbaiki pengelolaan keuangan di DKI. Soalnya langkah perbaikan telah dilakukan.
“Kiranya dapat diapresiasi oleh BPK RI sehingga penilaian dan opini yang diberikan adalah merupakan yang terbaik,” kata Ahok.
Perbaikan yang dilakukan adalah penyusutan aset tetap dan amortisasi aset tidak berwujud, penyempurnaan penatausahaan aset daerah melalui inventarisasi aset dan pengembangan sistem informasi aset daerah, penyempurnaan sistem informasi penerimaan daerah yang terintegrasi dengan sistem perbankan, juga pengembangan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) yang terintegrasi dengan sistem informasi lainnya dalam rangka penerapan akrual basis.
Ada pula langkah penerapan kebijakan ‘non cash transaction’ untuk meminimalisasi kecurangan, penerangan e-budgeting, e-catalogue, dan e-bku untuk transparansi pengelolaan keuangan dan aset daerah, peningkatan pelayanan masyarakat lewat PTSP, dan efisiensi anggaran berbasis kinerja dengan memprioritaskan belanja publik yang dampaknya langsung dirasakan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar